My Books

Bellamia: The Excerpt

 


Are you in mood to test Bellamia? Here the excerpt special for you.

Mau bagaimana lagi. Terpaksa Amia membawa kakinya ke depan pintu. Wow! Ini akan jadi kali pertama Amia masuk ke ruangan power plant manager. Sebelumnya belum pernah sama sekali. Tidak pernah ada urusan dengan mereka. Ragu-ragu Amia mengetuk pintu. Tidak ada sahutan. Setelah tiga kali mengetuk dan memikirkan risiko buku-buku jarinya patah, Amia memutuskan untuk mendorong pintu lalu melongokkan kepala. Tatapannya terpaku pada meja besar di ruangan itu. Kosong. Tidak tampak keberadaan manusia.

Repot sekali mencari orang bernama Gavin ini, Amia sedikit jengkel. Erik juga memberi informasi tidak jelas sama sekali. Apa tidak bisa sekalian pakai tagging koordinat di mana persisnya posisi Gavin? Sudah berapa puluh menit waktunya terbuang sia-sia?

“Ya?” Sebuah suara membuat Amia melompat dan menjatuhkan amplopnya.

A deep baritone. Mata Amia bergerak mencari sumber suara.

“Astaga!” Amia mengelus dada dan menengok ke kiri. Orang yang dia curigai bernama Gavin itu sedang santai membaca koran di sofa.

Sebuah wajah muncul dari balik koran. My God! Baru kali ini dia bertemu laki-laki dan sukses membuatnya lupa bagaimana cara bernapas. Apa patung buatan Michelangelo benar-benar bisa hidup dan berjalan? Bagian bibir dan dagu seperti dipindahkan langsung dari wajah David. Rambut hitam legamnya sangat rapi, seperti dua menit lagi dia akan dipanggil masuk ke studio untuk membacakan berita. Matanya yang tersembunyi di dalam tulang dahi dan tulang pipi yang tinggi, menyorot tajam ke arah Amia.

“Masuk.” Lagi-lagi, suaranya membuat Amia tergeragap.

Setelah mengambil amplop cokelatnya di lantai, Amia melangkah masuk.

“Pak Gavin?” Amia memastikan. Sambil memperhatikan. Celana abu-abu dan kemeja hitam lengan panjang. Suram, Amia menghakimi dalam hati. Tapi seksi, dengan berat hati Amia menambahkan. Menurut perkiraan Amia, laki-laki itu mungkin seumuran dengan Adrien, kakaknya.

“Ini dari Pak Erik.” Amia tidak bisa menjelaskan isinya karena tadi lupa bertanya pada Erik. Gara-gara buru-buru ingin tebar pesona di lantai produksi.

“Apa ini?” Seperti yang sudah diduga Amia, Gavin pasti bertanya. Full of authority. Suaranya menuntut untuk diperhatikan. Seandainya sekarang mereka sedang berada di sebuah auditorium yang penuh sesak, Amia yakin ruangan tersebut akan senyap dan semua orang pasti mendengarkan dengan tenang apa saja yang dikatakan Gavin.

“Saya tidak tahu, Pak.”

“Bapak buka saja.” Amia menyarankan dan berusaha untuk tersenyum. Senyum yang sering membuat laki-laki menjadi terlalu ramah padanya, semoga berfungsi juga pada Gavin.

Isinya kunci mobil, kunci rumah, kartu akses, plus selembar kertas. Kenapa Erik menyuruh mengurus hal-hal seperti ini? Amia mengeluh dalam hati.

“Apa kamu tahu alamat ini?” Gavin menunjukkan kertas putih itu kepada Amia.

“Tahu, Pak.” Sejak lahir dia tinggal di sini, tentu saja tahu.

“Antar saya ke sana.” Gavin berdiri. Memang ada GPS. Pengisi suaranya juga wanita. Tapi kalau tersedia GPS alami—penduduk lokal—yang menarik dan cantik seperti ini, semua laki-laki akan melupakan software navigasi tersebut. Gavin tersenyum dalam hati. Memuji dirinya atas keputusan cerdas yang baru dibuatnya.

Otomatis Amia memanfaatkan kesempatan ini untuk memperhatikan postur tubuh Gavin. Mungkin laki-laki itu benar-benar David versi manusia. Bahu dan dadanya lebar. Perutnya tidak menyembul sama sekali. Lengannya padat. Kakinya panjang. Kulitnya cokelat. Tidak putih seperti Riyad, yang malas kena sinar matahari.

“Sekarang, Pak?” Dalam kepalanya, Amia memperkirakan selisih tinggi badan dengan atasan barunya. Sepatu sepuluh sentinya seperti tidak banyak membantu untuk membuat tinggi badannya—yang hanya 161 cm—naik secara signifikan.

“Iya. Kamu keberatan?” Nada bicaranya seperti mengancam, kamu berani menolak?

“Iya.” Amia menjawab dengan jujur. “Ini bukan jobdesc saya, kebetulan orang yang seharusnya mengurus ini sedang tidak masuk jadi supervisor saya minta tolong.”

“Ya, supervisormu sudah menyuruhmu ke sini, sekalian saja. Namamu siapa?”

“Amia.”

“Tunggu di sini.” Gavin berjalan ke mejanya.

Siapa yang kuasa menolak? Meskipun berusaha tidak terbawa pesonanya, laki-laki itu tetap atasannya. Amia kembali menjatuhkan pantat di sofa.

“Pak Peter.”

Dengan horor Amia menoleh ke arah Gavin yang sedang bicara di telepon. Dia menelepon kepala departemen Amia.

“Saya ingin minta bantuan dari salah satu pegawai Bapak. Namanya Amia.”

Sial betul orang yang namanya Gavin ini, Amia mengerang dalam hati.

“Sudah diizinkan.” Gavin berjalan keluar mendahului Amia. Mau tidak mau, Amia mengekor di belakangnya.

“Kalau ada telepon, tolong bilang saya keluar, ya.” Gavin berpesan kepada Melina yang sudah duduk lagi di kursinya. Yang diiyakan sambil tersenyum lebar oleh Melina.

“Turun dulu, Kak.” Amia pamit kepada Melina.

“Sering-sering ke sini, Am.” Melina menjawab, masih dengan ceria.

Tentu saja semua orang di lantai ini—para sekretaris kepala departemen—akan selalu ceria. Termasuk yang sudah punya anak dua seperti Melina. Ada atasan baru yang masih muda tetapi dewasa, berkharisma namun—Amia benci mengatakan ini—seksi. Mungkin kantor pusat salah merekrut orang. Mestinya Gavin difoto untuk cover majalah, bukan disuruh mengurus listrik.

“Kenapa ke lantai tiga?” Gavin menegur Amia yang memencet angka tiga di lift.

“Saya mau ambil tas saya, Pak.” Dompet dan ponsel Amia semua di sana.

“Itu buang-buang waktu dan kamu tidak akan memerlukan itu.”

“Bapak ini minta tolong kok ngatur.” Amia memberanikan diri untuk protes. Siang ini dia sudah berbaik hati menunda setumpuk pekerjaan untuk menemani Gavin menengok rumah baru dan dia tidak diperbolehkan membawa peralatan perang?

Setidaknya dia perlu membawa ponsel, siapa tahu ada apa-apa di jalan dan dia harus menghubungi seseorang. Atau untuk bergosip dengan Vara agar dia tidak bosan selama bersama atasannya. Amia kesulitan mengikuti langkah panjang Gavin. Sepatu dan rok pensilnya tidak mendukung untuk berjalan dengan cepat.

P.S:

Bellamia bisa didapatkan di toko buku terdekat.

Give Away, My Books

MY LATEST BOOK IS GOING LIVE: GIVE AWAY!

For the next 4 week, I am hosting special give away along with fellow bloggers. You’ll get a chance to win one of 4 copies of my latest book, Bellamia, signed by me. Don’t forget to make a stop and enter to win.

BLURB:

Amia selalu percaya bahwa karier dan cinta tidak boleh berada dalam gedung yang sama. Interoffice romance lebih banyak membawa kerugian bagi karier seseorang. Sudah banyak kejadian pegawai mengundurkan diri setelah putus cinta dan Amia tidak ingin mengikuti jejak mereka.

Selain di kantor, di mana Gavin bisa bertemu dengan gadis yang menarik perhatiannya? Gavin tidak ada waktu untuk ikut komunitas, tidak bertemu dengan teman kuliah maupun teman SMA dan lebih banyak menghabiskan hidup di kantor.

Ketika Amia patah kaki dalam simulasi terorisme, Gavin—dengan alasan bertanggung jawab sebagai atasan—mulai membuka jalan untuk mengubah pandangan Amia. Namun Amia mengajukan satu syarat.

Merahasiakan hubungan dari semua orang.

Guess What? I’m revealing the first chapter of Bellamia and Daisy. Are you in the mood to taste it?

BELLAMIA

DAISY

P.S:

Novel Daisy itu gratis ya, jika membeli novel Bellamia melalui penulis/diriku. Caranya cukup nulis komentar aja. Di toko buku tanpa novel Daisy, dengan harga yang kira-kira sama.

My Books

5 Bellamia’s Fun Fact

  1. Nikola Tesla. Salah satu orang yang tulisannya–buku dan wawancaranya–kubaca sebelum membuat tokoh Gavin. Nggak semua orang kenal sama Tesla, kan? Kalau bicara listrik, pasti yang terlintas nama Thomas Alva Edison. Memang Tesla yang nggak banyak menerima penghargaan atas temuannya, karena hasil-hasil penelitiannya dicuri. Orang ini menarik, cerdas, teguh pada tujuannya untuk menciptakan sesuatu yang memudahkan hidup orang banyak dan  tidak menikah. Tapi aku nggak ingin Gavin jomblo seumur hidup.

    Memang benda temuan Tesla memberi penghidupan kepada Gavin, sebab dengan meneruskan apa yang sudah ditemukan engineer Kroasia-Amerika itu, gajinya menjadi besar. Hanya saja dia tidak akan mengikuti jejaknya untuk single seumur hidup.

  2. Versi pertama naskah Bellamia macet di tengah jalan. Aku hanya bisa menulis sampai bab ketiga dan nggak tahu gimana harus melanjutkannya. Premisnya sama, interoffice romance. Dengan Gavin sebagai world’s best engineer dan Amia adalah seseorang yang mengetuk pintu ruangannya. Akhirnya aku memutuskan untuk menghapus keseluruhan cerita yang sudah kutulis sepanjang 30 halaman. Aku menulis ulang di halaman kosong, sejak kalimat pertama.

    Gavin mengangguk dan menggeret kopernya begitu saja, tanpa merasa perlu mengucapkan terima kasih.

    “Sepertinyak Bapak lupa sesuatu.” Amia mengingatkan.

    “Apa?” Gavin memeriksa kamar hotelnya kalau ada barangnya yang tertinggal.

    “Terima kasih,” jawab Amia, menyindir Gavin yang tidak mengucapkan apa-apa.

    “Anytime.” Gavin menjawab dengan santai.

    Amia mengerutkan keningnya, orang ini bagaimana sih, disuruh mengucapkan terima kasih kok malah membalas ucapan terima kasih.

    “Maksud saya, Bapak lupa berterima kasih sama saya.” Harus sabar menghadapi Gavin in

    Di atas adalah salah satu bagian yang terhapus dari naskah awal Bellamia. Karena nggak pantes aja Amia ngikutin orang nggak dikenal ngambil koper di hotel, hahaha.

  3. Pada bagian surat Amia, ada bencana besar yang bikin aku nangis sesiangan di hari Minggu. Aku sudah menulis surat tersebut, di dokumen lain. Ketika kucari dan mau kugabungkan dengan keseluruhan naskah, aku nggak menemukan ‘surat’ tersebut. Aku perlu waktu untuk menyesali perbuatan bodohku itu, sebelum mengingat apa yang udah kutulis. Tapi nggak ingat juga, akhirnya aku bikin ‘surat’ baru. Dan kalimat favoritku dalam surat itu?

    Saat kamu menciumku untuk pertama kali, aku memperingatkan diriku untuk tidak terlibat masalah denganmu. Masalah yang sekarang kutahu apa namanya. Cinta.

  4. Bagian favoritku pada novel Bellamia adalah saat Gavin mendatangi Amia di rumah sakit dan memaksa untuk mengantarnya pulang. Awww … siapa yang nggak mau pada hari terburuknya, didatangi oleh laki-laki tampan dan perhatian seperti itu? Gyaaah … aku ingin pas operasi lutut dulu ada Gavin yang … memberi kejutan padaku.

    “HP ketinggalan di kantor jadi … hoi … hoi … apa nih?” Amia panik saat Gavin tiba-tiba mendorong kursi rodanya.

    “I’ll drive you home.”

    “No, thanks. Tolong, Pak! Saya nunggu Vara, kasihan nanti dia kecele kalau datang ke sini.” Akan lebih aman kalau dia pulang bersama sahabatnya daripada dengan atasannya.

  5. Makanan-makanan yang kusebutkan di dalam novel Bellamia adalah makanan favoritku–dan semua orang 😀 Oreo, yang dimakan Amia bareng Savara, lollipop yang diberikan Gavin untuk obat patah hatinya Amia, dan lainnya bisa ditemukan sendiri. Siapa yang nggak suka makan Oreo? Kalorinya besar sekali, untung Amia nggak takut gemuk.

    “Kamu pikir bagian apa yang paling enak dari ayam? Aku lebih suka makan kulitnya daripada ayamnya. Jadi kalau kamu nggak ingin aku membencimu seumur hidup, jangan sentuh kulit ayam di piringku.” Amia memperingatkan. “Ini peringatan terakhir.”

    BONUS:

  6. Ada bagian naskah Bellamia yang ditandai secara khusus oleh editor Bellamia, Mbak Niratisaya, karena beliau suka dengan attitude Amia dan Gavin pada bagian tersebut. Aku juga setuju dengan beliau. Bagian yang mana ya kira-kira?

    Aku tertarik sama kamu. Kalau kamu kerja sama, tidak akan melelahkan seperti ini.” Sebaiknya Amia tahu apa yang sesungguhnya dirasakan Gavin.

    “Tapi aku nggak suka sama kamu,” tukasnya.

    “Tidak masalah. Lama-lama kamu juga suka. It’s just a matter of time.” Tidak perlu buru-buru. Gavin punya banyak waktu.

    Menyebalkan sekali kan Gavin ini? Kalau quote Amia yang ditandai keren oleh editor adalah ini:

    Hidup ini bukan geladi bersih. Ini pertunjukan sesungguhnya. Jadi orang harus selalu menampilkan yang terbaik.

     

    Jadi, bagian mana dari novel Bellamia yang teman-teman sukai?

My Books

BELLAMIA THE NOVEL: AN OFFICE ROMANCE

Bellamia, masih berkenaan dengan engineers dan engineeering. Kali ini ada Gavin, the world’s best power engineer–menurut dia sendiri–yang baru saja pindah dari Dubai ke Indonesia dan di hari pertamanya bekerja, nasib baik berpihak padanya. Amia mengetuk pintu ruangannya.

“Apa kamu tahu alamat ini?” Gavin menunjukkan kertas itu kepada Amia.

“Tahu, Pak.” Sejak lahir dia tinggal di sini, tentu saja tahu.

“Antar saya ke sana.” Gavin berdiri. Memang ada GPS. Pengisi suaranya juga wanita. Tapi kalau tersedia GPS alami–penduduk lokal–yang menarik dan cantik seperti ini, semua laki-laki akan melupakan software navigasi tersebut.

Selain di kantor, di mana Gavin bisa bertemu dengan gadis yang menarik perhatiannya? Gavin tidak ada waktu untuk ikut komunitas, tidak bertemu dengan teman kuliah maupun teman SMA dan lebih banyak menghabiskan hidup di kantor.

“Nothing. Kamu tidak pulang?” Gavin mengalihkan topik pembiacaraan.

“Masih nunggu Vara ambil mobil.”

“Kenapa tidak minta dijemput Adrien?”

“HP ketinggalan di kantor jadi … hoi … hoi … apa nih?” Amia panik saat Gavin tiba-tiba mendorong kursi rodanya.

“I’ll drive you home.”

“No, thanks. Tolong, Pak! Saya nunggu Vara, kasihan nanti dia kecele kalau datang ke sini.” Akan lebih aman kalau dia pulang bersama sahabatnya daripada dengan atasannya.

“Pak, tolong! Saya sudah janji mau nunggu Vara!” Tentu saja Gavin tidak mendengarkan. “Astaga! Bapak nggak bisa memanfaatkan orang yang nggak berdaya gini.” Amia berteriak panik karena Gavin mengangkat tubuhnya dan mendudukkannya di kursi depan.

Amia adalah orang yang percaya bahwa karier dan cinta tidak boleh berada dalam gedung yang sama. Interoffice romance lebih banyak membawa kerugian bagi karier seseorang. Sudah banyak kejadian pegawai mengundurkan diri setelah putus cinta dan Amia tidak ingin mengikuti jejak mereka.

“Aku sudah bilang aku tertarik sama kamu.” Harus berapa kali diulangi kalimat ini?

“Kenapa?” Amia menuntut penjelasan.

“Memangnya ada yang salah kalau aku tertarik sama kamu? Aku bukan sedang mengajak kamu menikah sekarang. Juga tidak minta kamu jadi pacarku.” Gavin menolak memberi alasan.

“Kamu atasanku. This is natural target for gossip. Dan Adrien bilang….” Tangannya mencengkeram erat gelas beningnya.

Yang menarik adalah bagaimana melihat usaha Gavin untuk meyakinkan Amia bahwa this relationship is worth the risk. She is worth the risk. Tapi Amia tidak mudah untuk diyakinkan. Ketika Gavin mulai menemukan jalan, Amia malah memberi satu syarat. Merahasiakan hubungan dari semua orang.

Anytime there is secrecy, there’s a cause for worry. hlmn 214

Kalau ingin membaca novel yang ringan tapi bergizi, Bellamia adalah pilihan yang tepat. Seperti biasa aku menyelipkan beberapa pengetahuan, dalam ranah trivia, bukan pendidikan, yang layak untuk diketahui.

Gavin tidak akan diam dan bernasib seperti Tesla, the greatest geek who ever lived. Dulu, saat dunia ini masih mengandalkan cahaya remang dari sebatang lilin, Tesla megurung diri di dalam rumahnya untuk membuat arus AC—listrik berarus bolak-balik—yang saat ini, berpuluh tahun setelah kematiannya, dipakai oleh setiap rumah di planet bumi. Karena sibuk seperti itu, Tesla tidak sempat menikah. Atau tidak ingin, karena pernikahan jelas akan mengganggu usahanya untuk menyelamatkan dunia.

Atau membukan mata tentang mengenai hidup dan kehidupan dan memandangnya dari sudut pandang lain?

Adrien dengan santai melanjutkan ceramah paginya. “Itu kan prinsip dasar meminta. Sama seperti berdoa, dilakukan dengan suara pelan dan lemah lembut. Mana ada orang berdoa dengan marah-marah? Kalau kita minta uang pada orangtua, pasti mintanya pelan-pelan dan baik-baik. Kalau mintanya sambil berteriak-teriak, malah tidak dikasih. Atau dikasih, tapi tidak ikhlas.”

Menarik juga untuk membaca apa kata editor Bellamia, Mbak Niratisaya:

Bellamia adalah sebuah cerita romance sederhana, yang dibuat pekat dan memikat oleh Vihara. Lewat karakter Gavin yang ambooooy level kepercayaan dirinya (tapi bener, cowok yg percaya diri lebih memikat. Asal sumbut, aka sesuai dengan penampakan dan pembawaan). Juga lewat Amia yang keras kepalanya melebihi batu–kepala baja mungkin sesuai buat cewek ini ketimbang kepala batu. Nggak ada yang bisa mengalahkan “kelebihan” mereka ini.

Tapi … kalau cinta sudah bicara, apa salah satu nggak mau “mengalah”?

Bellamia is going live. Grab your copy in bookstore.

Atau kalau mau beli Bellamia dapat bonus novel lain, Daisy, silakan menghubungi emailku novel.vihara(at)gmail(dot)com. Bayar satu buku dapat dua buku 😉

My Books

Coming Soon: Bellamia

Bulan Agustus nanti kita akan ketemu dengan pembuat listrik kesayangan kita, the world’s best power engineer ever, Gavin, dan bisa dipastikan tak akan lagi ada mati listrik di hati kita. Bercanda. Gavin adalah engineer favoritku selama aku menulis cerita dengan tokoh berlatar belakang engineering. Jangan lupa ditengok-tengok di toko buku kesayangan mulai bulan Agustus nanti dan mohon diberikan tempat di rak buku kita untuknya. Dia akan membangun pembangkit listrik tenaga cinta.

BELLAMIA

Blurb

Amia selalu percaya bahwa karier dan cinta tidak boleh berada dalam gedung yang sama. Interoffice romance lebih banyak membawa kerugian bagi karier seseorang. Sudah banyak kejadian pegawai mengundurkan diri setelah putus cinta dan Amia tidak ingin mengikuti jejak mereka.

Selain di kantor, di mana Gavin bisa bertemu dengan gadis yang menarik perhatiannya? Gavin tidak ada waktu untuk ikut komunitas, tidak bertemu dengan teman kuliah maupun teman SMA dan lebih banyak menghabiskan hidup di kantor.

Ketika Amia patah kaki dalam simulasi terorisme, Gavin—dengan alasan bertanggung jawab sebagai atasan—mulai membuka jalan untuk mengubah pandangan Amia. Namun Amia mengajukan satu syarat. Merahasiakan hubungan dari semua orang.

Baca bab I Bellamia di sini.

 

Catatan:

Ada bonus Novella Daisy/14.000 kata hanya bisa didapatkan selama masa pre order novel Bellamia, sd tgl 23 Juli. Tokoh dari cerita ini adalah kakak dari Amia dalam Bellamia. Hubungi email bellamiabook@gmail.com 🙂

Baca bab I novella Daisy di sini.

Give Away

Vihara’s Quiz

 

Terima kasih banyak atas antusias teman-teman semua dalam membaca cabang terbaru dari The Mollers: The Dance of Love. Aku selalu bahagia setiap kali menulis cerita mengenai the Danish Family tersebut. Jalan-jalan ke Denmark bareng Afnan dan kena SAD, meninggalkan Denmark bareng Fritdjof untuk mencari matahari yang hangat, atau tumbuh dalam lingkungan setengah Denmark seperti Lilja. Seolah-olah aku menjadi bagian dari mereka. Menjadi … ibu tiri yang jahat bagi mereka hahahaha. Untuk cerita Mikkel Moller, sedang dalam proses. Semoga lancar 😀

Bagi yang belum kenal sama sekali dengan the Mollers, bisa kenalan dulu dengan sebagian dari mereka:

Fritdjof Moller

Afnan Moller

Lilja Moller

Anggota the Mollers teranyar yang kubikin kisahnya adalah Hagen Moller. Sudah baca perjalanannya menemukan cinta di The Dance of Love? Jika belum, silakan diunduh di sini.

Sekarang, silakan disimak pertanyaan kuisnya:

  1. Kira-kira apa profesi atau pekerjaan Hagen Moller?
  2. Apa alasannya?
  3. Tambahan pertanyaan: kira-kira sifat Hagen mirip tidak dengan Afnan?*

Gampang, kan? Cuma menebak. Kalau sudah pernah baca tulisanku, pasti pekerjaan tokohnya tidak jauh dari dunia ##########. Tidak perlu tepat 100%. Silakan jawab apa yang teman-teman pikir cocok untuk Hagen. Aku akan pilih jawaban yang mendekati. Jika tak ada yang mendekati, aku undi buat menentukan pemenang.

Cara menjawab:

  1. Tuliskan jawaban di kolom komentar.
  2. Pertanyaan no 1 dan 2 wajib dijawab. Pertanyaan no 3 adalah poin tambahan jika bersedia menjawab.
  3. Contoh jawaban:

Menurut saya, Hagen cocoknya jadi politikus. Karena dia keliatannya pinter ngasih janji palsu.

Syarat kuis:

  1. Sudah berusia 18 tahun
  2. Memiliki alamat kirim di Indonesia
  3. Komentar yang dihitung adalah komentar yang masuk mulai tanggal 28 Mei 2017 sampai 4 Juni 2017

Hadiah:

Aku menyediakan novel terjemahan, terbitan baru, masih segel untuk dikirim ke rumah teman-teman yang beruntung. Jumlah pemenang akan kutentukan dengan mempertimbangkan rasio jumlah peserta kuis. Kalau sepi, ya dikit hihihi.

Makanya, ajak teman-teman kalian buat ikutan kuis ini ya. Kan, gampang syekali. Tidak perlu tenaga, ada kesempatan dapat buku bacaan.

Bagian kedua dari the Dance of Love akan kuunggah pada tanggal 13 Juni 2017, bersamaan dengan pengumuman pemenang kuis. Jangan lupa untuk mengikuti terus berita terbaru dariku melalui blog mau pun akun media sosialku, semua dengan user name ikavihara, karena aku akan segera meluncurkan buku terbaru 🙂

 

My Bookshelf

Hari Ini Setahun Yang Lalu

Cerita ini berawal dari sebuah obrolan santai dengan seorang teman berkebangsaan Denmark. Dia ingin menghabiskan hidup di negara hangat dan makan nasi sementara saya ingin merasakan tinggal di negara dingin dan makan roti. Sebuah obrolan yang membuat saya mendapatkan gagasan untuk sebuah premis cerita dengan menggabungkan unsur-unsur roman di dalamnya. Sebuah obrolan yang membuat saya ingin tahu lebih banyak lagi tentang negara dingin itu dan kehidupan di sana. (halaman v, My Bittersweet Marriage)

21 Maret 2016

Hari itu, bersamaan dengan hari ulang tahun sahabat terbaikku, pendukung utamaku, Instagram dan Facebook-ku banjir dengan foto-foto istimewa. Mention dan tag teman-teman kuliah, teman SMA, teman kursus bahasa Inggris, teman-teman kerja, teman-temanku sekelasku saat belajar menulis di Jogja, teman-teman Wattpad dan banyak lagi orang. Mereka memberitahuku bahwa mereka sudah membawa pulang buku pertamaku, My Bittersweet Marriage.

Aku masih ingat pada tahun 2015, setelah nunggu berbulan-bulan, akhirnya naskah yang kuajukan ke penerbit diterima. Nerima kabarnya hari Jumat, malam habis Magrib. Atau aku tahunya habis Magrib. Pada waktu itu, di sini, aku tidak punya banyak followers dan viewers. Aku mencoba percaya saja bahwa naskah yang sudah kutulis sebaik-baiknya, akan mendapat kepercayaan. Karena itu aku menjawab kekecewaan teman-teman yang kecil hati karena khawatir naskahnya tidak kunjung terbit karena tidak capai empat atau tujuh juta viewers, tidak selamanya seperti itu. Jalan kita tidak mudah. Nothing good is easy. 

Yang pertama terlintas dalam benakku ketika menerima kabar terbit, aku ingin menarik naskah dan memperbaikinya lagi. Aku belum puas betul dengan naskah itu dan aku merasa aku terlalu terburu-buru untuk menerbitkan. Tapi apa mau dikata, sudah terlanjur. Jadi seperti itulah adanya My Bittersweet Marriage.

Ada banyak pertanyaan dari teman-teman, kenapa aku menulis tentang Denmark, dalam My Bittersweet Marriage(dan The Danish Boss)

Ada banyak pertanyaan dari teman-teman, kenapa aku menulis tentang Denmark, dalam My Bittersweet Marriage(dan The Danish Boss). Jawabannya seperti paragraf pertama di atas. Tentu saja temanku berperan banyak dalam riset tentang Aarhus dan Denmark. Menyelesaikan novel tersebut adalah pencapain tertinggi dalam hidupku, mengalahkan rasa saat aku berhasil ada dalam 10 orang terbaik selepas management training program. Riset dan studi pustaka untuk novel itu(dan novel-novelku yang lain) perlu banyak waktu dan biaya. Misal harga buku yang berisi hasil penelitian dari Lembaga Peneliti Kebahagiaan Denmark, hampir Rp 300.000 satu eks. Belum lagi malam-malam yang kuhabiskan buat nanya-nanya sama temanku. Saat di Korea pun kubombardir dengan pertanyaan, kenapa ada bendera Denmark dalam setiap kue.

Selain teman, aku juga tahu beberapa orang yang mungkin berniat untuk memberiku kritik. Tapi sayang tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan dengan benar. Aku tidak pernah membenci kalian. Meski aku tidak tahu kenapa kalian membenciku–sayangnya, sering bukan karena karyaku–tapi karena kepo status Facebook-ku.  Lalu baper dan sensi sendiri. Ada juga yang sok menggurui diriku, dengan isi kuliah yang lucu. Kalau teman-teman berteman denganku di Facebook saat itu, saat awal terbit novel ini, kalian pasti ketawa bersamaku. Tapi sekarang sudah berlalu.

Juga ketemu pembajak-pembajak bukuku. Karena merekalah aku jadi tahu bahwa sebenarnya banyak yang tertarik untuk membaca bukuku, tapi terhalang biaya. Jadi membeli buku versi scan atau pdf atau apa dengan harga seperti shampoo sachet. Kalau aku sarankan, lebih baik pinjam ke teman buat baca daripada beli versi gelap seperti itu. Atau ke taman baca yang menyediakan bukuku. Seingatku, aku cukup banyak ngirim buku buat taman baca, supaya bisa dibaca gratis untuk teman-teman yang kebutuhan hidupnya mendesak.

Dalam tiap doaku, aku berharap bukuku bermanfaat untuk kita semua. Ada pemahaman dan sudut pandang baru tentang hidup dan cinta yang bisa kita dapat. Tentang Copenhagen, Aarhus, Denmark, programming, engineering, marriage, budaya dan banyak lagi. I hope I am not adding to negativity. I hope I am adding to positive energy. I wanna send out the ray of hope for you. I want to reach you, and be there for you, through my books. Aku ingin kita tahu bahwa membaca novel romance seperti karyaku ini tidak hanya memupuk imajinasi teman-teman, tapi menambah ilmu, meski sedikit, yang bermanfaat.

Aku mau mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang sudah memberi kesempatana padaku, yang bukan siapa-siapa ini, untuk dibaca dan dibeli karyanya. Sebagai(orang yang ngaku) penulis baru, hal tersebut sangat berarti. Terima kasih sudah memberikan rumah baru buat Afnan dan Hessa, bersama dengan karya-karya penulis hebat favorit teman-teman. Semoga aku akan bisa menjadi sehebat mereka Dan terima kasih sudah berteman denganku, dan The Mollers: My Bittersweet Marriage, When Love Is Not Enough, dan The Danish Boss. Juga Geek Play Love dan Bread Love(Jangan bilang belum punya bukuku satu pun huhuhu)

Sekarang dengan makin dikenal banyak orang, aku semakin merasa beban di pundakku semakin berat

Sekarang dengan makin dikenal banyak orang, aku semakin merasa beban di pundakku semakin berat. Aku nggak bisa sembarangan lagi menulis, walau untuk sekadar Twit atau status Facebook. Karena tulisan adalah alat paling efektif untuk mempengaruhi opini teman-teman. Banyak teman-teman yang ingin jadi penulis bertanya padaku, mencontoh diriku–meski aku merasa belum layak. Punya pembaca banyak bukan selamanya menjadi nikmat, tapi bisa juga ujian. They said, we don’t need to be Isaac Newton, Albert EInstein, Soren Kierkegaard, or any other famous scientists, philosophers, politicians or famous peope for my thought to be worthwhile. Aku tidak bisa memberi contoh yang buruk, seperti melempar hate speech, atau menyombongkan diri dengan berteman dengan kelompok tertentu.  Because I have followers and they listen and look up to me.

Uncategorized

Outline

Pembeda antara karya fiksi dengan non fiksi adalah alur atau jalan cerita. Mau cerita pendek, cerita panjang (novel), maupun cerita setengah panjang(novella) harus ada alur. Mau alur maju, mundur atau gabungan maju mundur cantik. Makanya kenapa orang banyak tidak suka baca nonfiksi. Karena tidak ada alur. Begitu-begitu saja dari awal sampai akhir.

Maka di sini, dalam fiksi, alur adalah perkara yang penting dalam sebuah naskah fiksi. Untuk memudahkan mengalirkan alur, kita bisa membuat alat bantu yang disebut outline. Atau gambaran jalan cerita. Gampangnya: menuliskan garis besar bagaimana nanti ceritaku akan berjalan! Alat bantu ini efektif sekali lho untuk membantu kita supaya tidak lupa dengan rencana awal cerita. Ibarat rel, outline ini akan menjaga kita supaya tetap berada di jalur yang benar, tidak melenceng dan selamat sampai tujuan, yaitu kata tamat.

Ah, malas, ah, buat apa bikin outline segala? Aku kan udah biasa nulis. Judul tulisanku udah belasan viewers-ku milyaran. Nulis ya nulis aja, apa yang aku lagi aku pengen. Pernah berpikir gitu?

Boleh-boleh saja. Hanya saja, ada beberapa keuntungan kalau kita punya outline. Continue reading “Outline”

My Bookshelf

BACHA POSH

I would love to be anything in the world

But not a woman

Pernah menyesal dilahirkan sebagai seorang wanita? Atau pernah menyesal melahirkan anak perempuan?

Tentu orang tidak bisa memilih akan dilahirkan dengan jenis kelamin apa. Seorang anak terlahir ke dunia dengan membawa salah satu dari dua gender, laki-laki atau perempuan. Lalu bagaimana jika seorang anak memiliki keduanya? Tidak, bukan kelamin ganda. Hanya saja, dia mendapat kehormatan untuk menjadi bacha posh.

Jenny Nordberg, penulis buku The Underground Girls of Kabul, mewawancarai banyak wanita di Afghanistan, berbagai usia dan profesi, lalu menuliskan kisahnya dalam buku ini. Tentang para wanita yang menghabiskan sepertiga dari masa hidupnya dengan menyembunyikan jenis kelaminnya.

Nama mereka adalah bacha posh.  Dalam bahasa Dari. Salah satu bahasa yang jamak digunakan di Afghanistan. Kalau dialihbahasakan, bacha posh anak-anak perempuan yang disuruh oleh orangtuanya untuk berpura-pura jadi anak laki-laki—mulai dari cara berpakaian hingga bersikap. Seorang bacha posh hampir pasti bisa ditemui di setiap keluarga yang tidak dikaruniai anak laki-laki. Hadirnya mereka, dimaksudkan untuk untuk menjaga kehormatan keluarga.

Masyarakat Afghanistan menggunakan sistem patrilineal, yang mana, kehormatan setiap keluarga ada di tangan laki-laki. Segala warisan termasuk nama belakang akan diturunkan kepada anak-anak laki. Sehingga kehadiran seorang anak laki-laki adalah penting. Tetapi di negara ini, dianggap sangat penting. Akibatnya, setiap wanita di sana selalu memiliki tekad, cita-cita mutlak, dalam dirinya untuk bisa melahirkan paling tidak satu anak laki dalam pernikahannya. Sekali dia tidak bisa memenuhi cita-cita tersebut, maka dia akan dianggap tidak normal dan mendapat cap buruk: dokhtar zai. Atau wanita sial yang hanya bisa melahirkan anak perempuan.

Always alone

Always an example of weakness

My shoulders are heavy

with the weight of pains

Seorang ibu, jika pulang dari bidan membawa pulang anak laki-laki, dia akan dipuja-puja oleh mertuanya. Dihadiahi kambing, diberi susu setiap hari, dan berbagai kemudahan lain. Sementara jika melahirkan anak perempuan, dia dikurung di dalam kamar dan diberi makan biji-bijian kering saja. Apalagi kalau wanita tersebut sudah melahirkan dua atau tiga anak perempuan, dan lagi-lagi perempuan. Semakin banyak melahirkan anak perempuan, semakin dianggap sebagai mimpi buruk. Orang-orang akan mencap sang suami sebagai meraat, dalam bahasa Pashto, alias laki-laki yang sial tidak punya anak laki-laki.

Bidan pun, di dalam ruang bersalin akan mengatakan kalimat penyesalan saat memberitahu bahwa bayi yang lahir adalah perempuan. Lalu, menyarankan kepada sang ibu untuk berbohong saja, mengatakan kepada semua orang bahwa dia melahirkan bayi laki-laki. Pura-pura punya anak laki-laki, dengan mendandani anak perempuannya, atau bacha posh, dianggap lebih baik daripada tidak punya anak laki-laki sama sekali. Continue reading “BACHA POSH”

Give Away

3 DAY WRITING CHALLENGE BERSAMA KAMPUS FIKSI

 

Halo, teman-teman!

Besok bulan baru nih! Pengen baca buku baru? Ada kesempatan untuk mendapatkan rezeki sambil bersenang-senang bersama. Kali ini aku, alumni Kampus Fiksi angkatan 15, bersama dengan Kampus Fiksi mengadakan 3 Day Writing Challenge yang berhadiah buku terbaruku When Love Is Not Enough. 

Tema tulisan, masih berkaitan dengan apa yang aku tulis dalam bukuku, untuk tanggal 3 sd tanggal 5 Maret 2017 sebagai berikut:

  1. Ceritakan mengenai sahabat masa kecilmu dan bagaimana persahabatan kalian sekarang!
  2. Seandainya ada mesin waktu dan bisa kembali ke masa lalu, kesalahan apa yang paling ingin kamu perbaiki? Ceritakan!
  3. Jelaskan tentang keinginan atau cita-citamu yang belum tercapai hingga hari ini dan seberapa keras usaha kalian untuk mewujudkannya!

Gimana cara ikutannya? Baca di bawah ini.

  1. Tuliskan di blog, tumblr, wattpad, note facebook atau media menulis lain sesuai dengan tema per harinya
  2. Follow akun Twitter  @KampusFiksi dan @ikavihara
  3. Membagi link post di Twitter dengan mention @KampusFiksi dan @ikavihara dengan menyertakan tagar #KF3DAYS
  4. Challenge ini dimulai tanggal 3 Maret 2017 pukul 00.01 dan akan berakhir tanggal 5 Maret 2017 pukul 23.59
  5. Wajib ikut selama 3 hari, ketiga tema lengkap
  6. Akan ada dua pemenang yang dipilih oleh Momon Kampus Fiksi

Gampang banget, kan? Semacam curhat begitu. Kapan lagi bisa curhat dan bisa dapat buku?

Eh, tapi ada syarat khusus, sebagai berikut:

  1. Sudah berusia minimal 18 tahun. Bukan apa-apa, hanya saja ini berkaitan dengan buku yang kugunakan sebagai hadiah. Masih terlalu dini bagi teman-teman yang masih remaja untuk membacanya 😉
  2. Mempunyai alamat kirim pos di Indonesia. Bagi yang sedang di luar negeri, bisa pinjam alamat saudara atau keluarga yang tinggal di Indonesia.

Monggo diikuti. Siapa saja yang ingin belajar menulis bersama dengan Momon Kampus Fiksi, boleh ikut. Kalau ada yang kurang jelas, bisa ditanyakan melalui Twitter.

Selamat bersenang-senang!