Give Away

3 DAY WRITING CHALLENGE BERSAMA KAMPUS FIKSI

 

Halo, teman-teman!

Besok bulan baru nih! Pengen baca buku baru? Ada kesempatan untuk mendapatkan rezeki sambil bersenang-senang bersama. Kali ini aku, alumni Kampus Fiksi angkatan 15, bersama dengan Kampus Fiksi mengadakan 3 Day Writing Challenge yang berhadiah buku terbaruku When Love Is Not Enough. 

Tema tulisan, masih berkaitan dengan apa yang aku tulis dalam bukuku, untuk tanggal 3 sd tanggal 5 Maret 2017 sebagai berikut:

  1. Ceritakan mengenai sahabat masa kecilmu dan bagaimana persahabatan kalian sekarang!
  2. Seandainya ada mesin waktu dan bisa kembali ke masa lalu, kesalahan apa yang paling ingin kamu perbaiki? Ceritakan!
  3. Jelaskan tentang keinginan atau cita-citamu yang belum tercapai hingga hari ini dan seberapa keras usaha kalian untuk mewujudkannya!

Gimana cara ikutannya? Baca di bawah ini.

  1. Tuliskan di blog, tumblr, wattpad, note facebook atau media menulis lain sesuai dengan tema per harinya
  2. Follow akun Twitter  @KampusFiksi dan @ikavihara
  3. Membagi link post di Twitter dengan mention @KampusFiksi dan @ikavihara dengan menyertakan tagar #KF3DAYS
  4. Challenge ini dimulai tanggal 3 Maret 2017 pukul 00.01 dan akan berakhir tanggal 5 Maret 2017 pukul 23.59
  5. Wajib ikut selama 3 hari, ketiga tema lengkap
  6. Akan ada dua pemenang yang dipilih oleh Momon Kampus Fiksi

Gampang banget, kan? Semacam curhat begitu. Kapan lagi bisa curhat dan bisa dapat buku?

Eh, tapi ada syarat khusus, sebagai berikut:

  1. Sudah berusia minimal 18 tahun. Bukan apa-apa, hanya saja ini berkaitan dengan buku yang kugunakan sebagai hadiah. Masih terlalu dini bagi teman-teman yang masih remaja untuk membacanya 😉
  2. Mempunyai alamat kirim pos di Indonesia. Bagi yang sedang di luar negeri, bisa pinjam alamat saudara atau keluarga yang tinggal di Indonesia.

Monggo diikuti. Siapa saja yang ingin belajar menulis bersama dengan Momon Kampus Fiksi, boleh ikut. Kalau ada yang kurang jelas, bisa ditanyakan melalui Twitter.

Selamat bersenang-senang!

My Bookshelf

The Soul of a Butterfly

 

Aku akan membagi apa yang kudapat dari buku yang sedang kubaca. Autobiografi Muhhammad Ali yang berjudul The Soul of a Butterfly. Buku ini ditulis bareng anaknya, Hana Yasmeen Ali. Bagiku, ini buku terbaik yang kubaca sepanjang tahun 2016. Buku yang ditulis oleh seorang petinju. Kenapa ada kata Butterfly di judulnya? Karena jargon sang legenda. Sting like a bee, float like a butterfly.
Selain kenyataan dia disleksia, tidak kuliah, diperlakukan sebagai second class citizen karena berkulit hitam—sampai masuk ke restoran hamburger aja dilarang, converted to muslim, dan banyak hal menarik lain, ternyata Ali suka menulis puisi. Karena dia terkenal (he is The Greatest sportsman who ever lived anyway) sebagai petinju, bukan sastrawan, puisi-puisinya dikritik dan diejek habis-habisan. Orang bilang bahasanya tidak nyastra (apa ya padanan kata ini? Tidak meliuk begitu lho), puisinya jelek, dangkal, dan macam-macam.

Apa juga yang diharapkan orang-orang? Seorang petinju tidak boleh menulis puisi? Yang boleh menulis hanya mereka yang sastrawan? Padahal puisi-puisi tersebut ditulis Ali hanya untuk mengungkapkan perasaannya. Seperti ketika pertama kali menang medali emas Olimpiade Roma 1960, sebelum menghadapi Sony Liston, setelah dengan brutal mengalahkan Joe Frazier, saat mensyukuri hidayah menjadi muslim, atau sebelum memberi kuliah di Harvard University. Continue reading “The Soul of a Butterfly”