Uncategorized

Tips Menulis Cerita Yang Menarik

Setiap aku mengadakan Q&A sebulan sekali—minggu keempat tiap-tiap bulan—pertanyaan bagaimana cara menulis cerita yang menarik atau cerita yang berbeda selalu muncul. Tidak bisa dipungkiri, guna menarik pembaca supaya mau membeli buku kita, atau menambah jumlah viewers kalau publikasi online, kita memang harus menawarkan cerita yang lain daripada yang lain.

Oh, karena aku menulis cerita roman, maka pengalaman yang kubagikan ini juga berkaitan dengan penulisan cerita roman.

Dalam menjawab pertanyan tersebut aku tidak pernah menyarankan supaya mereka mencari ide cerita baru, yang segar, atau yang belum pernah dipakai penulis lain sebelumnya. Sebab, kalau aku menyuruh mereka melakukan itu, berarti aku menghalangi mereka menerbitkan buku. Sampai lima tahun kemudian, cita-cita menulis sebuah buku pun belum tentu akan terwujud. Tetap menjadi angan-angan. Berapa umur dunia ini? Berapa banyak penulis yang ada sejak zaman pertama kali orang mengenal tulisan hingga hari ini? Berapa banyak buku yang sudah diterbitkan?

Kamu akan bangkrut sebelum menerima rupiah pertama dari buku yang kamu tulis. Uangmu habis untuk membeli seluruh judul yang telah diterbitkan. Waktumu habis untuk membaca semuanya. Tenagamu habis untuk mencatat ini ide yang sudah dipakai, ini yang belum, ini yang sudah dipakai seratus kali, ini baru sepuluh kali. Kapan akan mulai menulis kalau begitu caranya?

Aku tersenyum geli setiap ada pembaca buku yang mengatakan ide cerita sebuah buku tidak segar, biasa saja, sudah banyak dipakai, seperti cerita pada umumnya, dan sejenisnya. Kalau dia berpendapat begitu, kebetulan dia membeli dan membaca cerita dengan ide dasar sama. Sedangkan kalau ada yang berpendapat bahwa suatu ide cerita yang dibawa penulis berbeda dari yang lain atau belum pernah dia dapati sebelumnya, kebetulan dia tidak pernah membeli dan membaca cerita dengan ide dasar yang sama. Coba baca semua buku dulu, terbitan dalam atau luar negeri, pasti semua ide yang dianggap baru itu sudah pernah dipakai sebelumnya. Tidak hanya satu atau dua kali, bisa jadi puluhan kali.

Jadi apa yang harus dilakukan untuk membuat cerita yang menarik dan diminati, kalau hampir semua ide cerita sudah pernah dipakai semuanya?

Apa kamu suka mendengarkan lagu cinta? Ide dasar lagu cinta pada umumnya sama. Patah hati, jatuh cinta, kasih tak sampai, dan lain-lain. Didi Kempot dan Judika sama-sama banyak menyanyikan lagu mengenai patah hati. Tetapi ketika kamu mendengar mereka bernyanyi bergantian, pasti kamu akan bisa menangkap ciri khas mereka masing-masing. Dan ciri khas tersebut tidak berada pada ide dasar lagunya. Bersama Didi Kempot, patah hati pun kamu tetap bisa berjoget, menyanyi dengan riang, bahkan menjadikan rasa sakit itu sebagai candaan bersama teman. Sementara itu, mendengar Judika bernyanyi, saat patah hati bisa saja kamu justru semakin berdarah-darah.

Dalam menulis cerita pun sama. Kamu adalah penulis yang hebat ketika kamu bisa mengemas ide yang paling pasaran, paling klise, dalam cerita yang sangat menarik. Di dunia ini banyak sekali ide cerita yang luar biasa tapi tampak tidak berharga karena tersembunyi di balik cara penyampaian yang payah.

Itu dia kuncinya. Cara bertutur. Cara menyampaikan. Kamu harus punya ciri khas. Yang membuat tulisanmu—bukan ide ceritamu ya—berbeda dengan milik orang lain.

Sebelum menjadi penulis, tentu kamu adalah seorang pembaca. Jadi kamu pasti sudah membaca banyak buku bukan? Ambillah beberapa buku, kemudian kepada temanmu. Tutup matamu dan minta temanmu untuk memilih secara acak sebuah buku kemudian membacakan satu paragraf dari halaman mana pun. Jika tanpa melihat nama penulisnya pun kamu bisa menebak itu paragraf milik siapa, berarti kamu telah bisa mengenali sebuah voice.

Kamu pun juga bisa memilikinya. Ada beberapa hal yang menurutku memengaruhi cara bertutur.  Di antaranya, pendidikan. Latar belakangku adalah engineer, maka cara bertuturku di dalam buku adalah analitis. Kalau kamu seorang guru, seorang dokter, misalnya, pasti memiliki cara bertutur yang berbeda. Hal lain adalah kekayaan diksi, atau pilihan kata. Dari satu kata’melihat’ kalau kamu punya perbendaharaan diksi yang banyak, kamu bisa mengganti ‘melihat’ dengan kata lain, sehingga tidak membosankan. Cara menambah diksi, ya dengan banyak membaca buku. Kemudian, kamu juga harus bisa mengatur panjang dan pendek kalimat. Juga membuat penekanan-penekanan. Selain itu, kamu harus pandai membangun emosi pembaca. Kapan harus santai, melambung tinggi, bersimpati, ikut menangis, mengajak tertawa.

Hindarilah menjelaskan sesuatu secara mendetail. Pembaca itu pandai dan punya imajinasi. Kamu kasih pancingan dan dia akan menyelesaikan sendiri. Mungkin kamu adalah seorang ahli di bidang tertentu. Progammer misalnya. Tetapi tidak usah kelepasan menjelaskan IDE itu apa, object oriented itu apa. Sebab kamu bukan sedang menulis buku panduan pemrograman dasar.

Setelah itu yang harus kamu lakukan adalah berlatih, berlatih, dan terus berlatih. Satu kali menulis, mungkin cara bertuturmu masih sama dengan penulis A. Kedua kali, miripnya masih 70%. Nanti lama-lama kamu akan punya suara sendiri. Tidak boleh lelah. Sebelum bukuku terbit dan diminati pembaca, aku punya puluhan naskah yang tidak memuaskan. Naskah yang kutertawakan saat membacanya. Namun aku tak pernah menghapusnya. Karena idenya selalu bisa kudaur ulang.

Berdasarkan pengalamanku menulis selama ini, gabungan dari beberapa faktor di atas sudah cukup membuatmu memiliki ciri khas. Pembaca yang menyukai cara bertuturmu tidak akan lagi peduli pada ide cerita yang kamu pilih. Apa pun yang kamu berikan, mereka makan. Karena kamu menceritakannya dengan menarik.

Aku memang belum lama menulis buku, baru lima tahun ini. Tetapi sepanjang perjalanan aku terus belajar. Mungkin penulis lain punya cara sendiri untuk membangun voice mereka. Yang lebih baik, lebih efektif. Silakan kamu pilih mana yang cocok untuk kamu ikuti.

Selamat mencoba ya.