Blog

MENJADI PENULIS: DARI NOL HINGGA TAHUN KETUJUH

Hingga hari ini semua masih terasa seperti mimpi. Tepat pada bulan Maret yang lalu, aku memasuki tahun ketujuhku sebagai penulis profesional. Sebuah pencapaian yang sangat luar biasa untukku, yang tidak pernah membayangkan akan berhasil menerbitkan buku. Lebih-lebih bertahan selama ini.

Perjalanan karierku sebagai penulis diawali ketika aku patah hati. Seseorang yang kucintai, pada tahun 2011 mencampakkanku. Tidak ada penjelasan yang kuterima, tapi aku menyimpulkan dia meninggalkanku karena aku tidak melangkah secepat dirinya. Dalam bidang akademik. Untuk mengisi waktu luang, yang tiba-tiba banyak karena aku tidak lagi menghabiskan waktu dengannya, aku menulis. Mencurahkan isi hati tapi melalui tokoh fiksi. Pendek-pendek saja. Bahkan aku mengikuti suatu program menulis 30 hari yang diadakan sebuah penerbit, walaupun pada akhirnya aku tidak terpilih untuk mentoring.

Tahun 2012 adalah salah satu tahun yang terberat dalam hidupku. Dalam sebuah acara team building di Gunung Salak, aku terjatuh lemas, sesak napas, dan sakit di dada. Tim medis sudah membantuku dengan oksigen dan segala macam, hingga aku bisa pulang dengan selamat. Tetapi aku tetap merasa sangar khawatir. Aku yakin aku kena serangan jantung. Ke mana-mana aku berobat, menjalani tes ini dan itu, sampai salah satu dokter menyarankan aku ke psikiater. Dan ternyata aku terkena serangan panik.

Menulis kembali menjadi salah satu alat terapiku. Di sanalah aku menemukan ketenangan dan kenyamanan. Aku mencari tahu mengenai invisible disabilities dan kesehatan mental, lalu aku memasukkannya sebagai tema dalam tulisanku. Selain itu, aku juga rajin mengikuti beberapa lomba cerpen. Lebih sering kalah. Hanya dua kali aku mencapai posisi runner up.

Percobaanku menulis novel dimulai tahun 2013. Pada saat itu kesulitan menyelesaikan satu naskah utuh. Dapat satu atau dua bab, aku berhenti. Sepanjang tahun begitu. Karena banyak faktor. Salah satu yang terbesar adalah kehabisan bahan bakar. Aku tidak punya cukup modal untuk menulis tapi aku memaksakan menulis. Sehingga aku tidak tahu harus mengisi 200 halaman dengan apa.

Aku mulai mempelajari apa saja yang harus dipersiapkan penulis untuk menyelesaikan sebuah novel, pada tahun 2014. Aku belajar membuat outline, membuat daftar kebutuhan cerita–untuk diriset, dan membuat jadwal. Hasil dari belajarku dan ketekunanku adalah sebuah novel berjudul The Danish Boss. Bisa menuliskan kata tamat benar-benar membanggakan dan membahagiakan. Tidak peduli mau novel itu jelek atau bagus, kekurangannya berapa banyak, dan lain-lain ketidaksempurnaan lain, aku tetap merayakan keberhasilan itu.

Sebab The Danish Boss memberikan kebahagiaan kepadaku, aku berpikir bisa jadi orang lain akan merasakan hal yang sama. Dimulailah perjalanan The Danish Boss mencari penerbit. Karena aku tahu diri aku masih hijau, maka aku membidik penerbit kecil, yang beberapa bukunya kusukai. Surat penolakan langsung datang sebulan kemduian. Kaget, kecewa, dan patah hati. Seburuk itukah novelku?

Untuk melupakan kesedihan tersebut, aku menulis cerita baru. Setelah berbulan-bulan bekerja keras, lahirlah Geek Play Love. Keinginanku untuk membagi kebahagiaan yang kurasakan dengan pembaca kembali tumbuh. Mungkin karena euforia berhasil menyelesaikan satu novel lagi. Aku kembali rajin mengirimkan Geek Play Love bersama The Danish Boss. Penolakan dan tidak ada jawaban adalah kenyataan demi kenyataan yang harus kuhadapi. Di tengah kekecewaan yang bertubi-tubi, aku meyakini, paling tidak, aku berlatih menyusun surat pengantar, sinopsis, penilaian cerita, dan CV penulis.


Buku debutku, My Bittersweet Marriage, akhirnya terbit tahun 2016. Setelah mengirimkan naskah, sinopsis, dan segala yang diperlukan, kemudian menunggu kurang lebih tiga bulan, Mbak Afriyanti Pardede dari penerbit Elex Media Komputindo memberi kesempatan kepadaku. My Bittersweet Marriage adalah naskah ketiga yang kutulis. Pelarian dari patah hati atas penolakan The Danish Boss dan Geek Play Love. Bahagianya luar biasa. Sampai sekarang pun aku masih bisa mengingatnya dengan jelas.

When Love Is Not Enough menjadi buku keduaku yang terbit secara tradisional/mayor pada tahun 2017. Cerita yang menguras air mata, menurut banyak pembaca. Tepat pada tanggal terbit, aku menjalani operasi lutut kanan. Sehingga aku menyimak antusiasme teman-teman akan kisah Linus dan Lilja dari atas ranjang rumah sakit. Dalam kondisi puasa jelang operasi. Sampai tiga bulan kemudian, aku masih harus membatasi gerakku. Untungnya ketidaknyamanan itu tertutupi dengan kebahagiaan menerbitkan buku.

Pada 2018, aku sempat memutuskan untuk berhenti menerbitkan buku. Karena berbagai alasan. Niat itu kuutarakan kepada sahabatku. Aku nggak mengirimkan naskah kepada editorku. Menerbitkan dua buku sudah cukup memenuhi rasa penasaranku di dunia perbukuan. Aku tetap menulis, karena aku menyukai kegiatan itu. Rencanaku nanti kalau aku ingin, aku akan menerbitkan secara mandiri.

Awal tahun 2019, editorku menghubungiku untuk membahas My Bittersweet Marriage yang diterbitkan ulang dengan cover baru. Beliau bertanya apa ada naskah yang bisa diterbitkan dan beliau janji akan mempercepat proses terbitnya. Karena aku tidak pernah berhenti menulis, aku bisa mengirimkan naskah pada hari itu juga. Empat bulan kemudian, The Game of Love terbit. Bisa comeback setelah dua tahun rasanya seperti debut ulang. Bahagianya, antusiasmenya, kecemasannya, semuanya sama besarnya.

Pandemi datang di saat aku dan editor sudah selesai merevisi novel keempat, A Wedding Come True. Tentu saja alu khawatir ketika kita semua harus tinggal di rumah. Karena banyak proses yang harus disesuaikan, di antaranya pegawai penerbit dan percetakan yang tidak beroperasi seperti biasanya. Toko buku pun tutup semua. Preorder yang telanjur dimulai tetap kulanjutkan meskipun aku tidak tahu apakah buku akan dicetak sesuai jadwal. Teman-teman mulai bingung dan bertanya ketika penerbit dan toko buku Gramedia mengumumkan gerai Gramedia tutup imbas dari dilarangnya mall untuk buka. Untungnya, jelang berakhirnya masa preorder, penerbit membantu dengan mencetak buku sesuai jumlah preorder. Bahkan aku mengadakan dua kali preorder, yang kedua di tanggal terbit baru.

Editor bertanya apakah aku ingin e-book dirilis lebih dulu. Namun, karena selama pandemi The Game of Love banyak dibajak dan dibagikan di grup WA dan telegram, aku memutuskan untuk menunda penerbitan e-book A Wedding Come True. Seperti sebelum pandemi, e-book A Wedding Come True terbit setelah buku cetak. Dan langsung mencatatkan rekor–pribadiku–sebagai e-book paling laris pada minggu terbit di aplikasi Gramedia Digital.

Masih dalam masa pandemi, Juni tahun 2021, buku kelimaku, The Percect Match, terbit. Tepat saat hendak mulai proses revisi, laptopku kehujanan. Demi menghemat, aku membawanya ke service center untuk diperbaiki. Terpaksa aku bekerja tengah malam dengan laptop adikku, karena jawdal penerbitan buku tidak bisa ditunda. Sebelum servis, aku sudah mengopi HDD laptop ke penyimpana eksternal. Aku kuliah di Fakultas Teknologi Elektro dan Komputer Cerdas, adalah jawabanku kepada pembaca saat mereka tanya kok aku ngerti komputer hahaha. Sayangnya, aku tetap beli laptop baru karena laptop lama yang menemaniku sejak aku menulis When Love Is Not Enough tak terselamatkan.

Aku juga mendapat diagnosis depresi dan gangguan kecemasan pada awal tahun 2021. Sebelum sampai pada diagnosis itu, lebih dulu aku banyak duduk di ruang tunggu rumah sakit. Sebab alu merasa dadaku sakit. Sama seperti dulu, sebelum ke psikiater, aku lebih dulu bicara dengan berbagai spesialis termasuk jantung. Selama menunggu, aku membuat plotting novel, mendaftar kebutuhan cerita, dan proses-proses lain yang kuperlukan untuk menulis selanjutnya.

Untuk pertama kali aku memenangkan lomba cerpen di tahun 2021. Karyaku Sebaik-baik Pelajaran menjadi juara pertama Lomba Teman Tulis 2021. Aku berhak mendapat hadiah uang dan cerpen tersebut di terbitkan dalam antologi bersama sepuluh karya terpilih.

November 2021, buku keenam The Promise of Forever lahir. Aku sendiri pun terkejut dengan pencapaian ini. Di antara kondisi mentalku yang membutuhkan sangat banyak perhatian dan pemgertian, aku masih bisa menyelesaikan sebuah novel. Dan terbit! Pada tahap ini, aku memutuskan akan memberi tahu siapa pun yang mengundangku ke sebuah acara–sebagai narasumber–bahwa aku memiliki invisible disabilites. Panitia pertama yang mengakomodasi kebutuhan khususku berasal dari Universitas Jenderal Soedirman. Sehingga saat acara–yang hadir 75 orang!!!–aku tidak terserang panic dan anxiety attack.

Cerpen keduaku, Sebaik-baik Manusia kembali memenangkan lomba juga pada 2022. Ini menjadi modal keyakinan yang besar untuk menuju novelku selanjutnya.

Right Time To Fall In Love, buku ketujuhku lahir tahun 2022. Rintangan terbesar adalah mendapatkan ISBN. Prosesnya lebih lama daripada biasanya. Plus, aku harus mengumpulkan surat pernyataan keaslian naskah ke Perpusnas dengan ditandatangani dan dibubuhi materai. Suatu proses yang menurutku konyol. Sudah tahun 2022 masa masih pakai kertas seperti itu. Kok kalah sama Wattpad dan aplikasi lain, yang bisa tanda-tangan secara digital. Akibatnya tanggal terbit pun berubah dan ini membuat proses preorder menjadi kacau. Aku berusaha sabar dan berharap yang terbaik saja. Right Time To Fall In Love adalah bukuku yang tidak terdaftar dalam bestseller langsung pada bulan terbit.

Baru pada bulan Maret yang lalu, bulan anniversary-ku sebagai penulis, penerbit mengumumkan buku terbaruku, Right Time To Fall In Love, meraih predikat bestseller. Meskipun itu tidak pernah menjadi tujuan utamaku dalam menulis, tapi mengetahui Right Time To Fall In Love menyusul novel-novel sebelumnya di tangga tinggi penjualan membuatku merasa lega.

Selain menerbitkan buku secara tradisional, aku juga menerbitkan beberapa novel secara independen, yaitu The Danish Boss, Geek Play Love, Midsommar, Bellamia, Savara: You Belong With Me, dan antologi bab ekstra Midnatt.

Novelku selanjutnya, The Dance of Love, akan terbit pada tahun ini lewat penerbit Elex Media Komputindo. Dan akan menjadi judul kedelapanku bersama Elex Media. Harapanku, paling tidak, aku bisa menerbitkan sampai buku kesepuluh.

Selama menjadi penulis profesional, aku mengerti ada banyak hal yang berada di luar kuasaku. Di antaranya apakah orang akan membeli novelku dan apakah mereka akan menyukai karyaku. Bahkan menentukan bukuku akan terbit atau tidak, aku tidak punya kendali. Karena itu masalah rezeki, yang menjadi misteri dan hanya diketahui Yang Maha Kuasa. Yang bisa kukontrol adalah kualitas tulisanku. Bukuku selanjutnya akan selalu lebih baik dari buku sebelumnya. Sebab aku selalu belajar dan akan terus belajar.

Aku tidak akan pernah berhenti menulis. Karena menulis membuatku bahagia dan menjauhkankanu dari depresi dan gangguan kecemasan. Mungkin suatu hari nanti orang tak akan lagi mau membeli novelku, tapi mereka tidak menyuruhku berhenti.

Penulis 15 buku, di antaranya Boulevard of Wedding Dreams, Janji Dari Rovaniemi, The Dance of Love, Right Time To Fall In Love, The Promise of Forever, The Perfect Match, A Wedding Come True, dan My Bittersweet Marriage. Pemenang Lomba Cerpen Teman Tulis 2022 dan 2021. Pemenang The Wattys 2021 Kategori Romance.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *