MENJADI PENULIS: DARI NOL HINGGA TAHUN KETUJUH
Hingga hari ini semua masih terasa seperti mimpi. Pada bulan Maret aku resmi memasuki tahun kedelapan sebagai penulis profesional/published author. Sebuah pencapaian yang sangat luar biasa untukku, yang berpikir hanya akan menerbitkan 1 novel saja. Bukan mudah bertahan selama ini. Mau bagaimana pun aku meromantisasi penulis dan menjadi penulis, penerbitan tetaplah industri. Kapitalisme. Bukuku harus laku banyak kalau aku mau karierku panjang.
Perjalananku sebagai penulis berawal ketika aku patah hati. Seseorang yang kucintai mencampakkanku tanpa penjelasan. Untuk mengisi waktu luang, yang tiba-tiba banyak karena aku tidak lagi menghabiskan waktu dengannya, aku menulis. Aku mencurahkan isi hati tapi melalui tokoh fiksi. Saking nggak ada kerjaan, aku sampai mengikuti suatu program menulis 30 hari yang diadakan sebuah penerbit. Beberapa orang akan mendapat hadiah mentoring dari editor mereka. Aku nggak terpilih XD
Setelahnya aku menjalani salah satu tahun terberat dalam hidupku. Aku sakit cukup lama dan aku yakin umurku nggak akan panjang lagi. Ke mana-mana aku berobat, menjalani tes ini dan itu, sampai salah satu dokter menyarankan aku menemui ke psikiater. Akhirnya aku mendapat jawaban atas segala pertanyaan yang menggangguku nyaris seumur hidupku. Sakitku ada namanya. Ada obatnya. Bisa disembuhkan.
Menulis menjadi salah satu media terapiku. Di sanalah aku menemukan ketenangan dan kenyamanan. Sembari menulis, aku mencari tahu mengenai invisible disabilities, neurodivergence, dan kesehatan mental. Hingga kini aku memasukkannya sebagai tema dalam novel-novelku. Selain STEM, tentu saja, dunia yang kucintai dan kugeluti.
Aku mulai mencoba menulis novel pada tahun 2013. Pada saat itu kesulitan menyelesaikan satu naskah utuh. Dapat satu atau dua bab, aku ganti menulis novel lain. Nanti nggak selesai lagi, ganti lagi. Begitu terus. Faktor penyebabnya banyak. Salah satu yang terbesar adalah kehabisan bahan bakar. Aku tidak punya cukup modal untuk menulis tapi aku memaksakan menulis. Sehingga aku tidak tahu harus mengisi 200 halaman dengan apa.
Aku mulai mempelajari apa saja yang harus dipersiapkan penulis sebelum mulai drafting. Aku belajar sendiri tentang struktur/plot points, memakainya untuk outline, membuat daftar kebutuhan cerita–untuk diriset, dan lain-lain. Aku juga membuat jadwal menulis rutin. Karena aku ND, jadwal memudahkanku untuk bekerja. Hasil dari belajarku dan ketekunanku adalah sebuah novel berjudul The Danish Boss. Bisa menuliskan kata tamat benar-benar membanggakan dan membahagiakan. Tidak peduli mau novel itu jelek atau bagus, aku tetap merayakan keberhasilan itu.
Sebab The Danish Boss memberikan kebahagiaan kepadaku, aku berpikir bisa jadi orang lain akan merasakan hal yang sama jika membacanya. Maka dimulailah perjalananku bersama The Danish Boss mencari penerbit. Karena aku tahu diri aku masih hijau, maka aku membidik penerbit kecil, yang beberapa bukunya kusukai. Surat penolakan langsung datang sebulan kemudian. Aku kaget, kecewa, dan patah hati. Seburuk itukah novelku? I shelved that manuscript. Aku nggak sanggup melihatnya.
Untuk melupakan kesedihan tersebut, aku menulis cerita baru. Setelah berbulan-bulan bekerja keras, lahirlah Geek Play Love. Keinginanku untuk membagi kebahagiaan yang kurasakan tumbuh lagi. Mungkin karena euforia berhasil menyelesaikan novel kedua. Aku kembali rajin mengirimkan Geek Play Love kepada penerbit. Ghosting demi ghosting adalah kenyataan yang harus kuhadapi. Di tengah kekecewaan yang bertubi-tubi, aku meyakini, paling tidak, aku sudah berlatih menyusun surat pengantar, sinopsis, penilaian cerita, dan CV penulis.
Buku debutku, My Bittersweet Marriage, akhirnya terbit tahun 2016. Setelah mengirimkan naskah, sinopsis, dan segala yang dipersyaratkan, kemudian menunggu kurang lebih tiga bulan, aku menerima kabar gembira dari Elex Media. My Bittersweet Marriage adalah naskah keempat yang kutulis. E-mail dari Elex kuterima sore hari, saat hujan deras. Aku baru sampai rumah dan langsung berteriak di depan rumah. Cita-citaku untuk melihat namaku ada di cover buku di toko buku akhirnya akan terwujud. Ini alasanku kenapa aku sangat ingin terbit mayor, meskipun beberapa opsi tersedia. Orangtuaku bisa melihat bukuku di toko. Teman-temanku, DOSEN PEMBIMBINGKU, dan atasanku juga. Bahkan teman-temanku dari Korea, Vietnam, dan Denmark juga saat ke rumahku, mereka memintaku mengantar mereka ke toko buku karena ingin melihat juga.
When Love Is Not Enough menjadi buku keduaku yang terbit secara tradisional/mayor pada tahun 2017. Cerita yang menguras air mata, menurut banyak pembaca. Tepat pada tanggal terbit, aku menjalani operasi. Sehingga aku terpaksa menyimak antusiasme teman-teman akan kisah Linus dan Lilja dari atas ranjang rumah sakit. Sampai tiga bulan kemudian, aku masih harus membatasi gerakku, sehingga kalau aku nggak salah, aku nggak melihat novel keduaku itu di toko sampai setahun kemudian.
Akhir 2017, aku memutuskan berhenti menerbitkan buku. Karena alasan kesehatan. Niat itu kuutarakan kepada sahabatku. Aku nggak mengirimkan naskah kepada editorku di Elex. Menerbitkan 2 buku sudah cukup memenuhi rasa penasaranku di dunia penerbitan. Lagipula cita-citaku sudah tercapai. Tapi aku tetap menulis karena aku suka. Nanti kalau aku ingin, aku akan menerbitkan secara mandiri. Aku sudah memiliki basis pembaca setelah menerbitkan 2 buku secara mayor.
Kejutan! Awal tahun 2019, editorku menghubungiku dan memberi tahu My Bittersweet Marriage akan diterbitkan ulang dengan cover baru. Ini beda dengan cetak ulang. Dengan terbit ulang, maka My Bittersweet Marriage pindah ke front list dan diperlakukan sebagai buku baru. Beliau juga bertanya apa aku punya naskah baru yang siap diterbitkan dan beliau berjanji akan mempercepat proses terbitnya. Karena aku tidak pernah berhenti menulis, aku bisa mengirimkan naskah pada hari itu juga. Editorku memenuhi janjinya karena proses terbitnya sangat singkat. Pembaca juga antusias menunggu karyaku. Novel come back-ku The Game of Love bestseller. Dua tahun lamanya bestseller. Aku benar-benar nggak menyangka.
Pandemi datang saat aku dan editor siap menerbitkan A Wedding Come True. Ini salah satu masa tersulit dalam karier menulisku. Karena banyak proses yang harus disesuaikan, di antaranya pegawai penerbit dan percetakan yang tidak beroperasi seperti biasanya. Toko buku pun tutup semua. Preorder yang telanjur dimulai tetap kulanjutkan meskipun aku tidak tahu apakah buku akan dicetak sesuai jadwal. Teman-teman mulai bingung dan menghubungiku ketika Elex Media mengumumkan penundaan terbitnya buku-buku karena tidak ada tempat untuk menjualnya. Gerai Gramedia tutup imbas dari dilarangnya mall untuk buka. Aku siap mengembalikan uang pembaca yang sudah telanjur kuterima. Untungnya, meskipun tanggal terbit A Wedding Come True dimundurkan, penerbit memutuskan untuk mencetak A Wedding Come True sesuai jumlah preorder. Untungnya lagi, aku bisa mengadakan dua kali preorder, yang kedua menjelang tanggal terbit baru.
Editorku bertanya apakah aku mau e-book A Wedding Come True dirilis lebih dulu sebelum buku cetak. Namun, karena selama pandemi The Game of Love banyak dibajak dan dibagikan di grup WA dan telegram, aku memutuskan untuk menunda penerbitan e-book A Wedding Come True. Seperti sebelum pandemi, e-book A Wedding Come True terbit setelah buku cetak. E-book dan buku kertas bestseller. Juga dua tahun lamanya.
Masih dalam masa pandemi, Juni tahun 2021, The Percect Match, terbit. Tepat saat hendak mulai proses revisi, laptopku kehujanan. Demi menghemat, aku membawanya ke service center untuk diperbaiki. Terpaksa aku bekerja tengah malam dengan laptop pinjaman, karena jawdal terbitnya buku tidak bisa ditunda. Sebelum servis, aku sudah mengopi HDD laptop ke penyimpanan eksternal. Aku kuliah di Fakultas Teknologi Elektro dan Komputer Cerdas, adalah jawabanku kepada pembaca saat mereka tanya kok aku ngerti komputer hahaha. Sayangnya, aku tetap harus beli laptop baru karena laptop lama yang berjasa sejak aku menulis When Love Is Not Enough tak terselamatkan.
Aku harus kembali menghabiskan banyak waktu di rumah sakit, menunggu diagnosis. Kepalaku dipenuhi pikiran buruk. Aku membayangkan apa yang akan terjadi saat The Perfect Match terbit tapi aku sudah nggak ada di dunia ini. Tetapi alhamdulillah, Allah masih memberiku umur yang panjang. Aku bisa menyaksikan The Perfect Match mencapai bestseller juga. Buktinya di IG Elex hahaha karena aku nggak simpan, kondisi mentalku waktu itu sedang nggak baik-baik saja.
Aku menjuarai lomba cerpen untuk pertama kali pada tahun 2021 dengan judul Sebaik-baik Pelajaran. Aku mendapat hadiah uang–cukup banyak, bisa kubelikan HP baru tinggal nambahin sedikit–dan cerpen tersebut diterbitkan dalam antologi.
November 2021 The Promise of Forever terbit. Ini di luar dugaan. Suatu sore editorku menghubungiku dan meminta tolong padaku untuk menerbitkan 1 novel lagi pada tahun 2021. Penerbit memerlukan novel yang mereka percaya bisa menaikkan penjualan setelah pandemi. Di antara kondisi mentalku yang membutuhkan perhatian dan pengertian, aku bisa menyelesaikan sebuah novel. Dan terbit!
Pada tahap ini, aku memutuskan akan semakin terbuka dan berani memberi tahu siapa pun yang mengundangku ke sebuah acara–sebagai narasumber–bahwa aku memiliki invisible disabilites. Panitia pertama yang mengakomodasi kebutuhanku berasal dari Universitas Jenderal Soedirman. Sehingga saat acara bedah buku–yang hadir 75 orang! Banyak untukku!–aku tidak terserang panic dan anxiety attack parah.
Cerpen keduaku, Sebaik-baik Manusia memenangkan lomba juga pada 2022. Ini menjadi modal keyakinan yang besar untuk menuju novelku selanjutnya.
Right Time To Fall In Love terbit tahun 2022. Rintangan terbesar adalah mendapatkan ISBN. Prosesnya lebih lama daripada biasanya. Plus, aku harus mengumpulkan surat pernyataan keaslian naskah ke Perpusnas dengan ditandatangani dan dibubuhi materai. Sudah tahun 2022 masa masih pakai kertas seperti itu. Akibatnya tanggal terbit pun berubah dan ini membuat proses preorder menjadi kacau. Aku berusaha sabar dan berharap yang terbaik.
Pada bulan Maret yang lalu, bulan anniversary-ku sebagai penulis, penerbit mengumumkan Right Time To Fall In Love bestseller. Meskipun itu tidak pernah menjadi tujuan utamaku dalam menulis, tapi mengetahui Right Time To Fall In Love menyusul novel-novel sebelumnya di tangga tinggi penjualan membuatku merasa lega.
Selain menerbitkan buku secara mayor, aku juga menerbitkan buku secara mandiri, yaitu novel The Danish Boss, Geek Play Love, Midsommar, Bellamia, Savara: You Belong With Me, dan 2 novella.
Novelku selanjutnya, The Dance of Love, akan terbit lewat penerbit Elex Media Komputindo.
Selama menjadi penulis profesional, aku mengerti ada banyak hal yang berada di luar kuasaku. Di antaranya apakah orang akan membeli novelku dan apakah mereka akan menyukai karyaku. Bahkan menentukan bukuku akan terbit atau tidak, aku tidak punya kendali–kecuali terbit self-pub. Karena itu masalah rezeki, yang menjadi misteri dan hanya diketahui Yang Maha Kuasa. Yang bisa kukontrol adalah kualitas tulisanku. Aku memastikan buku selanjutnya akan selalu lebih baik dari buku sebelumnya.
Aku tidak akan pernah berhenti menulis. Karena menulis membuatku bahagia. Mungkin suatu hari nanti orang tak akan lagi mau membeli novelku, tapi mereka tidak menyuruhku berhenti.