Thing That Makes Me Happy

THING THAT MAKES ME HAPPY (2): HEARTFELT MESSAGE

 

Is it wonderful that my books will have traveled farther than I have?

Or … frightening?

Sampai pada titik ini, aku tahu bahwa lebih mudah untuk berhenti menulis daripada menjaga kebiasaan baik tersebut. Iya, bagiku menulis adalah sebuah kebiasaan, bukan pekerjaan, bukan pula hobi. Sebuah kegiatan, sebelum disebut sebagai kebiasaan, harus dilakukan dulu berulang-ulang. Aku tidak tahu apa yang kutulis, tapi aku tetap menulis. Mau nanti ada hasilnya–diterbitkan–atau tidak–teronggok saja–namanya kebiasaan akan selalu kulakukan. Karena itu, tiga tahun sejak aku menulis kalimat pertamaku, aku berada di posisi yang berbeda, a well-practiced-writer.

Seperti kusebutkan dalam bukuku When Love Is Not Enough, aku tidak pernah sendirian dalam menulis sebuah buku. Ada banyak sekali orang yang membantuku. Yang paling berperan besar adalah teman-teman semua yang membaca bukuku dan menunggu buku selanjutnya. Tanpa kalian, aku tidak akan pernah sampai pada Midsommar dan Midnatt.

Bersama dengan jauhnya perjalanan bukuku ke tempat-tempat yang belum pernah kukunjungi, aku mendapatkan banyak teman yang belum pernah kutemui. Tapi tidak masalah. Definisi teman jauh lebih dalam daripada itu. Bagiku semua yang telah membaca bukuku adalah temanku. Yang paling membuatku bahagia adalah, jika teman-temanku mengirimkan sebaris atau dua baris kalimat melalui media sosialku, e-mail, atau LINE dan WhatsApp.

Setiap kali aku merasa ingin berhenti menulis, aku membaca kembali pesan-pesan dari teman-teman. Aku ingin berhenti menulis bukan karena malas atau apa. Tapi karena aku merasa upayaku untuk memberi perubahan baik pada dunia, melalui tulisan, tidak akan pernah ada gunanya. Apa kontribusiku, orang yang menulis 350 halaman buku, akan ada pengaruhnya bagi kehidupan lebih dari tujuh miliar penduduk bumi? Dari situ aku sering berpikir bahwa diriku kecil sekali dan aku tidak akan bisa berbuat banyak.

Pesan dari teman-teman membuatku memiliki tujuan baru. Aku tidak perlu mengubah dunia, karena belum bisa. Tapi aku bisa membuat perubahan baik pada hidup beberapa orang. Yang membaca bukuku, tentu saja. Orang yang tadinya tidak tahu mengenai Aarhus, Lund, Seasonal Affective Dissorder, dan sebagainya yang kujelaskan di novelku, menjadi tahu. Yang tadinya tidak begitu tertarik dengan dunia STEM(Science, Technology, Engineering, and Mathematics), sekarang mulai banyak yang berdiskusi denganku. Yang mulanya tidak percaya bahwa pendidikanlah yang mengubah hidup kita, bukan menikah dengan orang kaya, sekarang beberapa sudah menyampaikan bahwa mereka berhasil kuliah di tempat-tempat jauh seperti Afnan, Lilja, Mikkel, atau Dinar, dari novel-novelku.

Bukuku adalah hidupku. Aku ingin sekali hidupku bermanfaat bagi orang lain, sekecil apa pun itu. Dan aku bahagia ketika teman-teman menceritakan kebaikan yang didapat dari bukuku. Semua lebih berharga daripada status best seller, kurasa.

Ah, aku jadi ingat, tadi malam di Instagram, ada yang mengunggah semua foto bukuku yang sudah dan sedang dia baca, dan dalam caption-nya, Mbak Maya mengatakan bahwa rezeki tidak hanya berupa materi, tetapi ada bentuk lain, salah satunya: teman. Aku seratus persen menyetujui. Teman-teman semua alah rezeki paling berharga yang akan selalu kusyukuri–supaya ditambah–dan sampai kapan pun teman-teman akan selalu menjadi harta yang paling berharga dalam hidupku. Terima kasih sudah berteman denganku selama ini.

We are never far apart. Since friendship doesn’t count  miles, it is measured by heart.

 

Thing That Makes Me Happy

THING THAT MAKES ME HAPPY (1)

 

Kebahagiaan.

Dicari atau datang sendiri?

Belakangan ini aku berusaha mengurangi kegiatan men-scroll media sosial dan news feed. Mengecek Instagram/Twitter/Facebook kulakukan dua kali sehari. Siang dan malam. Untuk membalas komentar dari teman-teman, atau membagi sesuatu yang kuanggap boleh dilihat oleh banyak orang. Kalau aku ingin tahu kehidupan terkini salah seorang teman, aku mengunjungi profile-nya dan meninggalkan komentar di sana. Update berita? Aku membaca di koran, selain ulasannya lebih dalam, juga lebih fokus, tidak tertarik untuk mengklik link Baca Juga, yang biasanya membuat kegiatan baca berita jadi merembet lebih lama.

Masalah menghabiskan waktu dengan apa ada hubungannya dengan kebahagiaan, menurutku. Melihat orang-orang lebih kaya, lebih sukses, lebik cantik, dan lebih lain-lain memberi beban padaku. Ada banyak pertanyaan timbul di benakku. Apa aku salah memilih pekerjaan? Apa aku kurang beruntung? Apa aku bahagia dengan pilihan jalan hidupku? Dan macam-macam pertanyaan yang tidak kusukai.

Eventhough we know that no one has a perfect life, sometimes it just hurts to see other have a blessed life, while we are struggling. Aku bercerita kepada temanku dan dia mengatakan,“You have to remember that Allah has given everybody rizq. It is distributed evenly between human.”

Dalam kepalaku, aku meyakinkan diriku sendiri bahwa benar, Tuhan memberi rezeki dengan adil. Untukku, bisa jadi tidak berbentuk uang dan kekayaan. Tapi … bakat. Sejauh ini aku sudah mewadahi beberapa bakatku: menulis, menjahit, dan memasak. Dan kemarin, aku mendapati bahwa mungkin, aku berbakat juga dalam membuat kue. Atau baking. Siapa tahu, kalau tidak dicoba?

Kemarin, jam setengah delapan pagi aku bergerak ke toko bahan kue dan membeli bahan-bahan yang kuperlukan, khusus biji bunga matahari kudapat dari bunga matahari yang ditanam adikku. Hanya perlu waktu 15 menit sampai semua bahan siap dan aku mulai menimbang. Selama prosesnya, aku berpikir. Seperti inilah proporsi segala sesuatu dalam hidup, pikirku. Tentu Tuhan sudah menimbang dengan tepat apa-apa, tidak lebih dan tidak kurang, yang diberikan padaku, sehingga hasilnya bisa kunikmati.

Apa yang lebih membahagiakan daripada aroma biskuit hangat yang baru keluar dari oven? Mempersilakan orang lain untuk menikmatinya. Semua lebih membahagiakan jika dinikmati bersama orang lain. Baking and giving are truly acts of love, kalau mengutip kata Martin Phillip dalam buku Breaking Bread.

Kalau ada yang ingin melihat apakah dirinya berbakat juga dalam membuat biskuit, aku membagi resep sederhana ini untuk dicoba.

SUNFLOWER SEEDS COOKIES/BISKUIT BIJI BUNGA MATAHARI

Bahan:

113 gram mentega suhu ruang

400 gram brown sugar

2 butir telur

2 sdt vanilla essence

280 gram terigu

280 gram old fashionate oats

1 sdt soda kue

1 sdt garam

150 gram biji bunga matahari yang sudah dikupas

Cara Membuat:

  1. Campur mentega dan brown sugar dalam satu wadah yang lebar, supaya leluasa, menggunakan garpu. Ketika sudah tercampur, tambahkan telur dan vanilla essence.
  2. Masukkan oats, terigu, soda kue dan garam. Aduk sampai tercampur. Aku tidak pakai mixer pada proses ini, hanya menggunakan garpu.
  3. Taburkan biji bunga matahari di atas adonan
  4. Siapkan loyang, olesi dengan mentega dan lapisi dengan baking sheet atau kertas roti. Ambil adonan menggunakan scoop es krim, supaya volumenya konsisten, dan jatuhkan di atas loyang. Pencet-pencet sedikit supaya agak pipih. Beri jarak yang cukup supaya biskuit tidak saling menempel saat mengembang.
  5. Panaskan oven dan panggang biskuit selama 8-10 menit dengan suhu 177 derajat celsius.

Percayalah, ketika membuka pintu oven dan melihat biskuit-biskuit yang cantik dan harum, kita akan tersenyum bahagia. Apalagi ketika kita menggigitnya. That is heaven on earth … or tongue. 

Satu pertanyaan dariku. Apa yang membuat teman-teman bahagia hari ini?