Uncategorized

Outline

Pembeda antara karya fiksi dengan non fiksi adalah alur atau jalan cerita. Mau cerita pendek, cerita panjang (novel), maupun cerita setengah panjang(novella) harus ada alur. Mau alur maju, mundur atau gabungan maju mundur cantik. Makanya kenapa orang banyak tidak suka baca nonfiksi. Karena tidak ada alur. Begitu-begitu saja dari awal sampai akhir.

Maka di sini, dalam fiksi, alur adalah perkara yang penting dalam sebuah naskah fiksi. Untuk memudahkan mengalirkan alur, kita bisa membuat alat bantu yang disebut outline. Atau gambaran jalan cerita. Gampangnya: menuliskan garis besar bagaimana nanti ceritaku akan berjalan! Alat bantu ini efektif sekali lho untuk membantu kita supaya tidak lupa dengan rencana awal cerita. Ibarat rel, outline ini akan menjaga kita supaya tetap berada di jalur yang benar, tidak melenceng dan selamat sampai tujuan, yaitu kata tamat.

Ah, malas, ah, buat apa bikin outline segala? Aku kan udah biasa nulis. Judul tulisanku udah belasan viewers-ku milyaran. Nulis ya nulis aja, apa yang aku lagi aku pengen. Pernah berpikir gitu?

Boleh-boleh saja. Hanya saja, ada beberapa keuntungan kalau kita punya outline.

Kadang-kadang, hari ini kita punya ide cerita, kita sudah tahu gimana alurnya, dari awal sampai tamat. Kita tulis setiap hari sepuluh halaman dengan semangat. Sampai kemudian, tugas kuliah bejibun sampai bergadang seminggu. Setelah santai, kita buka kembali file cerita setengah jalan. Terus termangu. Karena lupa, cerita ini kemarin maunya kuapain ya? Akhirnya nulis saja, sesuai yang terlintas yang saat itu ada di kepala. Gimana kalau ide yang baru melintas tidak cocok dengan bagian cerita yang sudah diketik? Mengubah yang sudah ada? Repot. Kalau ada outline, hal-hal seperti ini bisa dihindari.

Manfaat yang lain, outline membantu meringankan pikiran kita. Saat fokus mengetik narasi dan percakapan, kita sudah tidak mikir ‘habis bab ini enaknya cerita dibawa ke mana’. Enaknya heroine ketemu mantan pacar yang CEO atau yang COO? CEO dan COO yang sama-sama diberhentikan oleh menteri ESDM –halah. Karena kalau sudah punya gambaran alur dari awal sampai tamat, kita tinggal memakai waktu untuk browsing-browsing quote kekinian atau lirik-lirik lagu buat menuhin halaman—hahaha becanda. Kita bisa pakai waktu, misalnya, untuk membuat analisa sistematis dari data-data riset yang telah kita kumpulkan berkaitan dengan naskah. Supaya mengalir teratur, runut, dan jernih ketika dituangkan dalam naskah.

Yang penting lagi, outline membuat kita bisa menyusun cerita dengan bernas, tajam, tidak bertele-tele, teratur dan rapi. Tulisan kita itu menggambarkan isi pikiran kita lho. Cerita yang kita tulis berantakan? Begitu juga isi otak kita, disorganized. Kalau kita bisa menceritakan dengan ringkas dan fokus, kita akan terlihat cerdas. Ciri orang cerdas, kan, seperti itu? Menyampaikan ide dengan cara yang runut dan paling mudah dipahami. Kalau dia bikin sulit, dia mau mau pamer kepintaran saja, gak ada faedah ilmunya. Gitu.

Apa dipikir buku itu makin tebal makin bagus? Kalau 1.000 halaman tapi bertele-tele, ruwet, dan menjemukan, ya sudah, pembaca punya nilai utk kualitas kita. Mau disebut penulis cerdas atau medioker?

Jadi, meski teman-teman sudah punya belasan judul cerita dengan miliaran viewers online, aku tetap menyarankan untuk bikin outline. Because just because.

Plus, ketika teman-teman ikut lomba menulis yang mana ada tema dan batas halaman, outline akan membantu banget. Ikut lomba itu kukira—karena aku sering ikut haha—penting, karena di situ karya dinilai oleh ahlinya, dalam banyak aspek.

Masuk ke teknis sekarang. Gimana cara bikin outline?

  1. Pahami lebih dulu ide cerita.

Kalau tidak menguasai ide cerita, akan sulit membuat outline. Ide/premis ceritaku misalnya adalah tentang petenis wanita yang menemukan cinta sejati jauh dari lapangan.  Aku mesti paham, memilih pasangan dalam dunia olahraga itu bagaimana. Tidak bisa sembarangan kutulis Cinderella story, jodohnya adalah pelayan restoran. Karena hey, Cristiano memang(katanya pernah) menghamili pelayan restoran tapi tetap tunangannya model.

  1. Miliki dulu dulu modal yang cukup.

Apa modalnya? Pengetahuan berkenaan dengan masalah yang kita angkat dalam cerita. Misalnya aku mau cerita tentang seorang petenis ranking 1 dunia, yang karena kekayaan dan prestasinya malah membuat laki-laki enggan dekat. Sekali ada yang dekat, media membanding-bandingkan besaran harta mereka. Maka aku harus sudah menyelami, mendalami, meriset, memikirkan dan mendiskusikan ide dengan orang yang lebih paham mengenai ingar bingar dunia tenis dan tekanan-tekanannya. Dengan penggemar tenis misalnya, atau membaca banyak buku biografi para petenis.

  1. Kalau sudah diap, duduk di depan laptop atau sambil pegang buku dan pulpen

Kita pikirkan sebuah cerita dari awal sampai tamat, termasuk klimaks, anti klimaks, dsb. Lalu tuliskan garis besar jalan ceritamu. Mau bikin pendek, satu halaman, terserah. Panjang, 20 halaman, terserah. Kalau aku, 6 halaman biasanya. Seberapa detail outline yang dibuat, sesuaikan dengan selera teman-teman. Kalau mau bikin satu kalimat mewakili satu bab, bisa. Satu paragraf mewakili satu bab, boleh juga.

Ini contoh outline kira-kira begini

  1. Setelah selesai bikin outline, ambil waktu tujuh hari untuk membaca ulang dan memperbaiki jika perlu. Setelah lewat 7 hari, disiplin ikuti outline tersebut. Karena kalau diubah-ubah nanti malah kacau dan bisa jadi nggak akan selesai novelnya.
  2. Mengembangkan rencana alur tadi menjadi narasi-narasi dan dialog-dialog. Bagaimana membuat narasi itu pembahasan lain, aku anggap semua sudah menguasai. Juga membuat dialog biar tidak terkesan seperti Omas—banyak bicara tapi kosong—kita anggap sudah bisa ya.

6. Sambil mengetik, sambil dicek outline-nya. Melencen atau masih dalam jalur. Kalau melenceng segera bertobat. Nanti dengan sendirinya teman-teman akan terbiasa ngecek ke outline, melihat ‘habis ini apa yang harus ditulis’. Vihara Kalau aku tiba-tiba tergoda buat nyeritain masa lalu Serena di bagian awal, berarti aku berkhianat terhadap outline. Karena di situ seharusnya bercerita tentang Serena di Roma. Itu tidak boleh dilakukan. Aku harus segera balik membahas Roma

Selain itu, dari outline teman-teman juga akan bisa mengira-ngira, hal-hal seperti ini: Aku ingin menitikberatkan cerita di bagian mana ya. Misalnya aku ingin bagian pertemuan pertama kedua tokoh lima halaman saja cukup. Dari melihat outline saja aku sudah bisa memutuskan. Tidak perlu nunggu sudah ngetik naskah yang sebetulnya. Misalnya aku juga ingin gali lebih dalam bagian Serena patah hati, bakal lebih bisa mengaduk perasaan pembaca nih. Ini juga sudah bisa diidentifikasi sejak dalam bentuk outline. Jadi aku akan perdalam lagi pengetahuanku soal patah hati untuk mendukung ini.

Secara berkala aku akan cek outline-ku, untuk menjaga supaya ceritaku tetap dalam jalur. Kalau di outline aku tulis setelah masa liburan di Roma, adalah bab untuk bertemu kembali dengan si cowok di acara amal, aku nggak boleh mengganti. Misalnya coba sebelum ke acara amal, mereka papasan di mal tapi pada nggak nyadar. Big fat no! Itu tidak sesuai outline.

LHO TAPI KAK………………..
Gimana kalau di tengah jalan, aku nemu ide yang luar biasa membahana sampai bakal mengguncang dunia, dijamin penulis lain tidak ada yang punya ide dahsyat seperti ini!!!!!!!!!!! Cuma aku satu-satunya yang genius punya ide cetar membahana seperti itu! Aku gak tahan buat pamerin ide itu!!!!

Ya tulis saja idenya di halaman lain. Lalu save! Pakai untuk naskah kita yang selanjutnya. Masih ada hari esok, yang sedang kita tulis bukan naskah terakhir kita. Masukkan dalam tabungan ide. Karena suatu ketika bakal ada masa di mana kita pingin nulis, tapi nggak ada ide sama sekali. Kalau untuk sekarang, maksimalkan eksekusi atas outline yang ada. Eksekusi yang baik adalah segalanya. Ide luar biasa pun kalau tergesa tidak akan berhasil

Itu saja tentang outline. Gampang, kan?

——

Keterangan:

Tentang Serena dan Alexis hanya pinjam nama saja

Selain dari pengalaman, materi juga didapat dari berbagai sumber, salah satunya Silabus Menulis Fiksi

 

1 thought on “Outline”

  1. Err.. habis baca ini, saya merasa baru diceramahin hahahaha
    Sungguh kak, ngebantu banget ulasan kakak. Bakal saya coba buat outline naskah. selama ini, cerita saya tulis sesuai isi di kepala atau mikirnya “enaknya dibuat sekarang begini-begono”, dan saya akui kurang mendalami karakter juga informasi terkait. cerita dua tahun yang lalu pun terbengkalai whueee T___T

    Makasie banyak yaa, Kak! xD

Leave a Reply to Ananda Christine Daeli Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *