My Books, Thing That Makes Me Happy

Bongkar Dapur Cerpen Juara Pertama Lomba Teman Tulis 2022

Setelah menunggu beberapa waktu, karena sempat diundur masa lombanya, akhirnya cerpen Sebaik-baik Manusia keluar sebagai juara pertama Lomba Teman Tulis 2022 yang diadakan aplikasi Lontara. Aku bersyukur, sangat bersyukur, atas pencapaian ini. Yang kuharapkan akan menaikkan kepercayaan diriku dan menguatkan niatku untuk terus mengangkat topik-topik berbeda dalam setiap cerita yang kutulis. Baik cerpen maupun novel.

Aku tertarik mengikuti Lomba Teman Tulis 2022 setelah melihat temanya, yang menurutku lebih menantang daripada tema tahun sebelumnya. Apalagi, sebagai orang yang menyukai detail aku semakin nyaman karena disediakan juga subtema pilihan. Jadi ke mana aku harus melangkah sudah jelas. Tinggal mengikuti jalur saja, tanpa perlu takut tersesat.

‘Bertumbuh menjadi Tangguh’ adalah subtema yang kupilih. Sebab aku paling paham dengan kalimat tersebut. Bagaimana tidak, aku sedang menjalaninya dan tahu menjadi tangguh memerlukan perjuangan yang tidak mudah. I am not disabled, but I have disabilities. Hanya saja orang lain tidak bisa melihat kekuranganku. Atau, kalau aku biasa menyebutnya, invisible disabilities. Kekurangan yang tak tampak dari luar. Aku tidak bisa berjalan kaki dalam waktu lama, setelah lututku dioperasi tahun 2017. Ditambah aku menerima diagnosis general anxiety disorder, yang berjalan bersisian dengan depresi. Salah satu tanda aku sudah semakin tangguh adalah berani memberi tahu orang-orang terdekat, teman, atasan, rekan dekat dan siapa pun yang banyak berinteraksi denganku mengenai kondisiku.

Mau tidak mau, kondisi tersebut membuat cara hidupku harus disetel ulang. Disesuaikan kembali. Aku harus bisa menyentuh hati orang-orang di sekitarku harus agar mereka bisa mengakomodasi kebutuhanku. Misalnya membuat atasanku menyetujui aku pindah bekerja dari lantai 3 ke lantai 1, karena lututku tidak kuat naik tangga banyak-banyak. Dalam profesiku sebagai penulis, aku meminta kepada editorku untuk langsung menuju pokok keperluan saat mengirim WhatsApp, agar tidak memicu kecemasan. Ketika diundang menjadi narasumber di radio, universitas, dan lain-lain, aku meminta dikirimi dulu jadwal acara dan daftar pertanyaan. Sebagian besar orang mengerti, sebagian lainnya tetap bilang aku kelihatan baik-baik saja.

Sebagaimana novel-novel yang kutulis, dari pengalamanku itulah ketika membuat cerpen aku bercerita dari sudut pandang seorang wanita yang juga mendapatkan diagnosis dokter dan mengetahui dirinya memiliki invisible disabilities pada usia dewasa. Invisible disabilities yang kupilih untuk cerpen Sebaik-baik Manusia adalah autis dan ADHD. Alasan spesifik kenapa aku memilihnya, aku kurang tahu. Hahaha. Yang jelas pada masa-masa sebelum menulisnya, aku banyak membaca mengenai spektrum autisme. Bukan karena sedang meriset tulisan, tapi memang aku tertarik saja.

Tantangan Shiya, tokoh utama cerpen Sebaik-baik Manusia, sama denganku. Memberi tahu orang-orang terdekatnya mengenai kondisi barunya. Termasuk menghadapi kekhawatiran ibunya akan kemungkinan Shiya bisa mendapatkan pasangan hidup. Menyusun perjalanan Shiya semenjak kanak-kanak hingga dia dewasa, perjuangannya mendapatkan jawaban atas semua pertanyaannya, hingga memanfaatkan kekuatan supernya untuk membantu orang lain dalam 4.000 kata sempat membuatku pusing. Di mana harus memilih titik berat, mengatur pace—supaya tidak terlalu cepat, dan lain-lain adalah proses yang sangat sulit. Sampai aku ingin menyerah dan ingin menjadikannya novel hahaha. Karena pada saat bersamaan juga ada lomba pitching novel. Tetapi demi melihat panjang novel hanya 40.000 kata dan itu nanggung untuk ukuranku, maka aku tetap bertahan pada cerpen.

Oh, aku membuat blurb untuk cerpenku, atas permintaan penyelenggara lomba, sebagai berikut:

Sejak kecil Shiya merasa dirinya mendarat di planet yang salah. Sebab Shiya kesulitan mengikuti cara hidup dan berkomunikasi manusia. Bertahun-tahun Shiya mencari tahu apa yang membedakan dirinya dengan mereka. Tetapi jawaban baru dia dapatkan 20 tahun kemudian. Menerima diagnosis autis dan ADHD pada usia dewasa membuat Shiya terguncang. Ditambah, ibunya memintanya merahasiakan kenyataan itu, karena khawatir tidak akan ada laki-laki yang mau menikah dengan Shiya. Kini Shiya dihadapkan pada dua pilihan. Diam dan melanjutkan hidup seperti dulu namun dia menderita atau mengumumkan kondisinya, menanggung semua risiko yang menyertai, dan hidup dengan identitas baru yang membuatnya bahagia.

Karena aku penulis romance, maka aku sisipkan juga unsur romantis di dalamnya. Bagaimana Shiya bertemu cinta sejatinya, seseorang yang mau menerimanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, pada saat dan dari jalan yang tidak disangka-sangka. Aku puas dengan hasilnya dan senang bisa menyelesaikannya. Bahkan aku berangan suatu hari nanti aku bisa menjadikan kisah Shiya menjadi novel hahaha. Kalau aku tidak terlalu malas untuk meriset lebih lanjut hehehe.

Aku mendapatkan pertanyaan dari salah satu teman di Instagram. Apa rahasianya bisa memenangkan lomba cerpen. Jawabannya adalah aku nggak tahu. Karena yang memutuskan memang atau tidak adalah juri. Dari sisi penulis, aku menyarankan untuk menulis cerpen yang benar-benar sesuai tema. Karena terbatasnya ruang, maka sebuah cerpen nggak boleh bertele-tele. Cerita harus menarik perhatian sejak kalimat pertama dan tentu saja, ada plot twist di akhir cerpen. Itu saja sih rumusku dalam menulis cerpen.

Kalau kamu ingin membacanya, cerpen Sebaik-baik Manusia nanti akan terbit dalam buku antologi. Bersama dengan sepuluh cerpen terbaik dalam Lomba Teman Tulis 2022. Aku akan mengumumkan lagi kalau sudah ada info lebih lanjut dari penerbit.